2

edisi 2


KEWAJIBAN BERTAUHID DAN MENJAUHI KESYIRIKAN

Tujuan Diciptakannya Manusia 
      Tak jarang dari umat manusia yang belum memahami dengan sebenarnya akan hakekat keberadaannya  di muka bumi ini. Sebagian mereka beranggapan bahwa hidup ini hanyalah proses alamiah untuk menuju kematian. Sehingga hidup ini tak ubahnya hanyalah makan, minum, tidur, beraktifitas dan mati, lalu selesai! Tanpa adanya pertanggungjawaban amal di hari kiamat kelak. Allah l, Pencipta semesta alam mengingkari anggapan batil ini dengan firman-Nya (artinya):
      “Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, (sebagian) kami ada yang mati dan sebagian lagi ada yang hidup (lahir). Dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa.” Mereka sekali-kali tidak mengerti tentang hal itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (Al Jatsiyah: 24)
      Bila demikian keadaannya, lalu apa tujuan diciptakannya kita di muka bumi ini?
Para pembaca, sesungguhnya keberadaan kita di muka bumi ini tidaklah sia-sia belaka. Allah l berfirman (artinya): “Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia belaka?” (Al Mu’minun: 115)
      Bahkan dengan tegas Allah l menyatakan (artinya): “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku, Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku, Sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan Lagi Maha Sangat Kuat” (Adz Dzariyat: 56-58)
      Tentunya, ibadah di sini hanyalah berhak diberikan kepada Allah semata, karena Dia-lah satu-satunya Pencipta kita dan seluruh alam semesta ini. Allah l berfirman (artinya):         
      “Hai manusia beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa.Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan sebab itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 21-22)
      Demikianlah hikmah dan tujuan penciptaan kita di muka bumi ini.

Makna Ibadah 
      Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: ”Ibadah adalah suatu nama yang mencakup seluruh amalan yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya baik berupa ucapan  maupun perbuatan, baik yang lahir maupun batin.”
      Asal ibadah adalah ketundukan dan perendahan diri. Suatu ibadah tidaklah dikatakan ibadah sampai pelakunya bertauhid yaitu mengikhlashkan peribadatan hanya kepada Allah l dan meniadakan segala sesembahan kepada selain Allah l. Atas dasar itu Ibnu Abbas a berkata: “Makna  beribadah kepada Allah adalah tauhidullah (yaitu memurnikan peribadahan hanya kepada Allah). Itulah realisasi dari kalimat tauhid :
      merupakan kalimat yang sangat akrab dengan kita, bahkan kalimat inilah yang kita jadikan sebagai panji tauhid dan identitas keislaman. Ia sangat mudah diucapkan, namun menuntut adanya sebuah konsekuensi yang amat besar.
      Oleh karena itu, Allah l gelari kalimat ini dengan “Al ‘Urwatul Wutsqo” (buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus), sebagaimana dalam firman-Nya:
      “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (segala apa yang diibadahi selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al Baqarah: 256)

Dakwah Tauhid Adalah Misi Utama Yang Diemban Para Rasul
      Tujuan pokok diutusnya para Rasul adalah menyeru umat manusia agar beribadah hanya kepada Allah l semata, dan melarang dari peribadatan kepada  selain-Nya, sebagaimana Allah l berfirman (artinya): “Sungguh tidaklah Kami mengutus seorang rasul pada setiap kelompok manusia kecuali untuk menyerukan: “Beribadalah kalian kepada Allah saja dan tinggalkan thaghut (yakni sesembahan selain Allah).” (An Nahl: 36)
      “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan padanya bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk di ibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepada-Ku”. (Al Anbiya’: 25)
      Nabi Nuh q sebagai seorang rasul  pertama mengajak umatnya kepada tauhid selama 950 tahun. Demikian pula Rasulullah ` selama 13 tahun tinggal di Mekkah menyeru umatnya kepada tauhid dan dilanjutkan di Madinah, sampai-sampai menjelang wafat pun beliau tetap mewanti-wanti tentang pentingnya tauhid dan bahayanya syirik, beliau ` berkata:
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai sebagai masjid-masjid.”(Muttafaqun ‘alaihi).
      Sebagaimana pula yang beliau wasiatkan kepada Sahabat Mu’adz bin Jabal a tatkala diutus ke negeri Yaman:
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi sekelompok kaum dari Ahlul Kitab, maka jadikanlah yang pertama kali dalam dakwahmu, (ajakan) supaya mereka mau bertauhid kepada Allah `.” (HR. Muslim)
Tauhid Adalah Solusi Dari Problema Umat
      Di kancah perselisihan dakwah dengan lahirnya berbagai macam kelompok-kelompok yang semuanya mengatasnamakan Islam. Sebagian mereka mengatakan Islam tidak akan maju dan mulia selama tidak memperhatikan sisi ekonomi kaum muslimin.
      Yang lain berpandangan bahwa  medan politik adalah solusi umat, meraih kekuasan adalah target utama sebagai jembatan penegakan syari’at Islam di muka bumi, dan sekian banyak logika-logika yang hanya berdasarkan kepada perasaan ataupun emosional semata tanpa didasari dengan ilmu.
      Para pembaca yang mulia, perhatikanlah berita  penegasan dari Allah l, bahwa dakwah tauhid yang merupakan tujuan diutusnya para nabi dan rasul , dan diturunkannya kitab-kitab suci dari langit, adalah faktor terbesar untuk meraih kejayaan, mengangkat kehormatan, kemuliaan dan kesejahteraan kaum muslimin. Allah l berfirman (artinya):
      “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Yaitu mereka tetap beribadah hanya kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan-Ku dengan  sesuatu pun. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”(An Nur: 55)
      “Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami melimpahkan berkah dari langit dan bumi.” (Al A’raf: 96)
      Dan tauhid merupakan landasan utama dari sebuah keimanan dan ketakwaan.

Keutamaan Tauhid
      Allah l tidaklah mewajibkan suatu perkara, melainkan pasti padanya terdapat keutamaan-keutamaan yang sangat mulia.Begitu pula dengan “Tauhid” yang merupakan perkara paling wajib dari perkara-perkara yang paling wajib, tentunya pasti mempunyai berbagai keutamaan. Di antara keutamaannya ialah:
1. Tauhid Adalah Tingkat Keimanan Yang Tertinggi
      Kita ketahui bahwa iman itu bertingkat-tingkat, dan tingkatan yang tertinggi adalah kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah. Rasulullah ` bersabda:
“Iman itu ada enam puluh cabang lebih, yang paling tinggi adalah perkataan/ucapan "Laa Ilaaha Illallah" dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR. Muslim)
2. Tauhid Sebagai Syarat Diterimanya Suatu Ibadah
      Allah l berfirman (artinya): “Seandainya mereka menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al An’am: 88)
3.   Tauhid Merupakan Sebab Bagi Datangnya Ampunan Allah l
      Hal ini didasarkan kepada firman Allah l :“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (ketika pelakunya meninggal dunia dan belum bertaubat darinya), dan Dia mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (An Nisa’: 48 & 116)
4. Tauhid Sebagai jaminan Masuk ke Al Jannah Tanpa Hisab
      Ketika para shahabat bertanya-tanya tentang 70.000 orang dari umat Muhammad ` yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, maka Rasulullah ` bersabda:
“… mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta dikay dan tidak mengundi nasib dengan burung dan sejenisnya dan mereka bertawakkal hanya kepada Allah.” (H.R. At Tirmidzi)
5. Orang Yang Tauhidnya Benar Pasti Akan Masuk Al Jannah
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah ` :
“Barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, niscaya dia akan masuk surga.” (H.R. Muslim).
6.  Tauhid Merupakan Sumber Keamanan
Sebagaimana firman Allah l (artinya): “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al An’am: 82)


Bagaimanakah Bahaya Syirik ?
      Syirik merupakan lawan dari tauhid.Kalau tauhid mengandung makna menunggalkan Allah l dalam hal ibadah, maka syirik mengandung makna menyekutukan Allah l dalam hal ibadah.Di saat tauhid mempunyai banyak keutamaan maka sebaliknya syirik pun sangat berbahaya dan mempunyai banyak mudharat. Di antaranya adalah:
1. Dosa Syirik Tidak Akan Diampuni Oleh Allah l
Allah l berfirman (artinya):
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (ketika pelakunya meninggal dunia dan belum bertaubat darinya), dan Dia mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.”(An Nisa’: 48 & 116)
2. Kesyirikan Adalah Kezaliman Yang Besar
Allahlberfirman (artinya): 
Sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman yang besar.”(Luqman: 13)
3. Orang Yang Meninggal Dunia Dalam Keadaan Musyrik Akan Masuk Neraka Dan Kekal Di Dalamnya
Allah l berfirman (artinya):
“Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang dhalim.”(Al Maidah: 72)
Rasulullah ` juga bersabda:
“Barangsiapa meninggal dunia dan dia berdo’a kepada selain Allah niscaya dia masuk neraka.”(HR. Al Bukhari)
4.  Kesyirikan Penyebab Terpecah Belahnya Umat
Allah l berfirman (artinya):
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan  mereka.” (Ar Ruum: 31-32)
      Semoga Allah l menjauhkan kita semua dari kesyirikan, dan menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang bertauhid, dan para penghuni jannah (surga)-Nya. Amin…
Wallahu a’lam bishshawab.

____________________________________________________________________________
 
CAHAYA BAKTI UNTUK ORANG TUA

Mengenal Jerih Payah Ayah Bunda
       Anak merupakan dambaan setiap pasangan suami isteri. Kehadirannya menjadi penyejuk pandangan orang tua, menjadi penggembira ketika susah, dan menjadi penghibur kalbu ketika gundah gulana. Kalimat “Anakku sayang”, akan senantiasa terucap meski sang ibu atau bapak sedang mengalami sakit yang parah. “Biar bapakmu susah asal kamu tetap senang”, demikian ucapan seorang bapak yang sangat sayang pada anaknya. Seraya bermunajat dengan penuh harap kepada Allah Rabbul ‘alamin:
       “Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Furqan: 74)
       Sosok anak tidak akan dapat terlepas dari ayah dan ibunya. Bagaimanapun keadaannya, ia adalah bagian dari keduanya. Dia adalah darah daging keduanya.Rahim ibu adalah tempat buaiannya yang pertama di dunia ini.Air susunya sebagai sumber makanan yang menumbuhkan jasadnya.
       Kasih sayang ibu adalah ketenangan yang ia selalu rindukan. Kerelaan ibu untuk berjaga membuat nyenyak tidur.Kegelisahan ibu menyisakan kebahagiaan untuknya.Timangan ayah dirasakan sebagai kekokohan.Perasan keringat ayah memberikan rasa kenyang dan hangat bagi dirinya.
       Allah l berfirman (artinya): “Dan Kami wasiatkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan payah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.Hanya kepada-Ku-lah kembalimu.(Luqman: 14)

Berbakti Kepada Orang Tua Adalah Petunjuk  Para Nabi Dan Rasul
       Allah l mengabadikan di dalam Al Qur’an tentang kisah-kisah bakti mereka kepada orang tua, supaya dapat diambil pelajaran bagi umat manusia bahwa ini merupakan petunjuk dan jalan seluruh para nabi dan rasul. Diantaranya adalah firman Allah l (artinya):
       ”Dan aku (yaitu Nabi Isa q) adalah orang yang berbakti kepada ibuku dan Dia tidak menjadikanku sebagai orang yang sombong lagi celaka.” (Maryam : 32).
       “Dan dia (yaitu Nabi Yahya q) adalah orang yang berbakti kepada orang tuanya dan dia bukanlah orang yang sombong lagi yang durhaka.” (Maryam:14).

Perintah Berbakti  Kepada Orang Tua beriringan dengan Perintah Bertauhid
       Tujuan paling agung dari dakwah para nabi dan rasul adalah tauhid yaitu beribadah hanya kepada Allah l semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dirangkaikannya antara kewajiban bertauhid dengan berbuat baik kepada orang tua di dalam Al Qur’an maupun As Sunnah menunjukkan bahwa berbakti kepada orang tua merupakan ibadah agung di sisi Allah l. Diantaranya firman Allah l:
       ”Katakanlah, kemarilah, aku akan membacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Robbmu janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al An’am:151). 
       ”Beribadahlah kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada orang tua.” (An Nisa’: 36).
       Di dalam As Sunnah, Abu Bakrah t meriwayatkan bahwa Rasulullah ` bersabda (artinya): “Maukah kuberitakan kepada kamu tentang dosa-dosa besar yang terbesar?” Kami menjawab: “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua…” (Muttafaqun ‘alaihi)

Bentuk-bentuk berbakti kepada orang tua.
1. Menaati perintah keduanya dan menjauhi larangannya selama tidak  bermaksiat kepada Allah l.
Allah l berfirman (artinya): “Jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya maka janganlah kamu menaati keduanya dan pergaulilah mereka di dunia dengan cara yang baik.” (Luqman: 15)
2.   Memuliakan keduanya dan berucap dengan ucapan yang baik serta tidak menghardiknya.
Allah l berfirman (artinya): “Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya telah lanjut usia (dalam pemeliharaanmu) maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu menghardik mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik." (Al Isra’: 23)
3.   Tidak melakukan safar (perjalanan) jauh melainkan dengan seizin keduanya begitu juga jihad yang hukumnya fardhu kifayah.
‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash t berkata: “Seseorang menghadap Nabi ` lalu berkata: ‘Aku membai’atmu di atas hijrah dan jihad untuk mencari pahala dari Allah l. Rasulullah ` bersabda: ‘Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab: ‘Ya, bahkan keduanya’ (masih hidup), lalu beliau bersabda: ‘Kamu ingin mencari pahala dari Allah?’ Dia menjawab: ‘Ya’. Rasulullah ` bersabda: ‘Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan berbaktilah kepada keduanya’. (Muttafaqun ‘alaihi)
4.   Mendahulukan hak kedua orang tua atas hak istri dan anak.
       Hal ini berdasarkan hadits tentang tiga orang yang masuk ke dalam gua lalu gua tersebut tertutup dengan batu sehingga mereka tidak bisa keluar darinya. Lalu ketiga orang tersebut berdoa kepada Allah l dengan cara bertawassul dengan amal-amal shalih mereka yang shalih. Salah satu di antara mereka bertawassul dengan amalan mengutamakan hak kedua orang tuanya atas hak anak-anak dan istrinya. (H.R. Al Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743)
5.   Berterima kasih terhadap segala bentuk pengorbanannya.
      Direalisasikan  dengan cara memenuhi kebutuhan keduanya baik harta, tenaga ataupun pikiran dan berusaha menghilangkan segala sesuatu yang dapat mengganggu keduanya. Allah l berfirman (artinya): “Dan Kami telah memerintahkan kepada manusia untuk (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, karena ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah di atas kelemahan dan menyapihnya selama dalam usia dua tahun maka bersyukurlah kamu kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.”  (Luqman: 14)

Hakekat Kecintaan Dan Berbakti Kepada Orang Tua
       Hakekat seorang anak yang cinta dan berbakti kepada orang tua manakala ia menjadi sebab orang tua tetap tsabat (kokoh) memegang prinsip-prinsip agama, atau sabar membimbing keduanya supaya masuk ke dalam agama Islam bila keduanya masih kafir. Sebaliknya hakekat kedurhakaan seorang anak manakala ia menjadi fitnah sehingga menyebabkan orang tuanya terjatuh dalam perbuatan maksiat atau bahkan kekufuran.
       Jadikanlah kedua orang tuamu sebagai ladang bercocok tanam untuk akhiratmu dan sebagai jembatan pengantar menuju al jannah (surga)! Nabi ` bersabda (artinya):          
       Nista dan hina, nista dan hina, nista dan hina.” Lalu ditanyakan: “Siapa wahai Rasulullah ? ”Beliau bersabda: “Yaitu yang mendapati kedua orang tuanya (masih hidup) lalu tidak menyebabkan dia masuk ke dalam surga.”  (HR. Muslim no. 2551)

Berbakti Kepada Orang Tua Tetap Berlangsung Walaupun Keduanya Sudah Wafat
       Ikatan batin dari fitrah seorang anak kepada kedua orang tuanya tidak akan hilang walaupun keduanya telah wafat. Agama Islam tetap mensyari’atkan untuk berbakti kepada orang tua walaupun keduanya telah tiada. Beberapa amalan mulia yang dapat dilakukan sepeninggal keduanya adalah:
       1.   Mendo’akan kebaikan, memohonkan maghfirah (ampunan) dan rahmat bagi keduanya. Rasulullah ` bersabda:
“Ada seseorang yang dinaikkan derajatnya setelah ia mati, maka ia bertanya: “Wahai Rabbku, ada apa ini?“ Dikatakan kepadanya: “Anakmu memohonkan ampun untukmu.” (Shahih Ibnu Majah no. 3660, karya Asy Syaikh Al Abani).
       2.  Memperbanyak amalan shalih.  Sesungguhnya orang tua akan mendapat balasan (pahala/ganjaran) dari amalan shalih yang dilakukan oleh anaknya, karena anak itu termasuk dari usahanya dan harapannya. Allah l berfirman (artinya):
“Dan sesungguhnya manusia tidak memperoleh selain apa yang telah ia usahakan sendiri.” (An Najm: 39)
Rasulullah ` bersabda:“Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah hasil dari usahanya sendiri, dan sesungguhnya seorang anak termasuk dari usahanya (orang tua).” (HR. Abu Dawud, lihat Ahkamul Jana’iz karya Asy Syaikh Al Albani hal. 216)
       3.  Menyambung silaturahmi (kekerabatan) yang berasal dari keduanya.
       4.  Menyambung hubungan persaudaraan dengan keluarga kawan orang tuanya. Rasulullah ` bersabda (artinya):
       “Sesungguhnya kebaikan yang terbaik adalah menyambung persaudaraan dari keluarga kawan bapaknya.” (HR. Muslim).
       5. Memenuhi wasiat keduanya, selama wasiat tersebut dalam hal yang ma’ruf (baik).

Sikap Terhadap Orang Tua Yang Kafir
       Kekufuran orang tua bukan penghalang untuk berbakti dan bergaul dengan keduanya secara baik. Allah l berfirman (artinya):
       Jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya maka janganlah kamu menaati keduanya dan pergaulilah mereka di dunia dengan cara yang baik.”  (Luqman: 15).
Asma’ binti Abi Bakr a berkata: “Pada masa perjanjian damai antara Quraisy dengan Nabi ` ibuku datang, padahal dia seorang wanita musyrik. Maka aku bertanya kepada Nabi ` : “Sesungguhnya ibuku datang, namun dia seorang wanita yang musyrik dan memintaku untuk berbuat baik kepadanya. Maka apakah aku boleh menyambung (hubungan) dengannya?” Beliau menjawab: “Ya, sambunglah hubungan dengan ibumu.”  (HR. Al Bukhari)

Hikmah Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
       Sesungguhnya keutamaan dan buah dari berbakti kepada kedua orang tua sangatlah agung dan besar, di antaranya:
1. Diterimanya amalan shalih dan dihapuskan dosa-dosa baginya. (Al Ahqaf: 15-16)
2. Terkabulnya do’a. (HR. Al Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743)
3. Kelapangan hidup.
       Dari Anas bin Malik a berkata: “Saya mendengar Rasulullah ` bersabda: “Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung persaudaraan (keluarganya).” (HR. Al Bukhari)

Kemalangan Mendurhakai Orang Tua
       Durhaka kepada orang tua merupakan lawan dari berbakti kepada keduanya. Diantara bentuk durhaka kepada orang tua adalah: tidak peduli dengan penderitaan yang dialami orang tua, tidak mau mengakui keberadaan orang tuanya karena jauhnya perbedaan status antara ia dengan keduanya,  mencaci maki keduanya, membentak dan menghardik, memukul, memperbudak, mengkhianati, mendustai, menipu, tidak taat kepada perintah keduanya  dan sebagainya dari bentuk kedurhakaan kepada kedua orang tua. Rasulullah ` bersabda:
"Tiga orang yang tidak akan diterima amalan wajib maupun sunnah oleh Allah l pada hari kiamat yaitu: orang yang durhaka kepada orang tuanya, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya, dan orang yang mendustakan takdir.”(Shahihul Jami’, karya Asy Syaikh Al Albani no. 3060).
       Akhir kata, semoga bahasan kali ini dapat menjadikan kita selalu berbakti kepada kedua orang tua dan menjauhkan kita dari sikap durhaka kepada keduanya.Amiin, Yaa Rabbal ‘Aalamiin.Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar