KEWAJIBAN BERTAUHID DAN MENJAUHI KESYIRIKAN
Tujuan
Diciptakannya Manusia
Tak
jarang dari umat manusia yang belum memahami dengan sebenarnya akan hakekat
keberadaannya di muka bumi ini. Sebagian
mereka beranggapan bahwa hidup ini hanyalah proses alamiah untuk menuju
kematian. Sehingga hidup ini tak ubahnya hanyalah makan, minum, tidur,
beraktifitas dan mati, lalu selesai! Tanpa adanya pertanggungjawaban amal di
hari kiamat kelak. Allah l, Pencipta semesta alam
mengingkari anggapan batil ini dengan firman-Nya (artinya):
“Dan
mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja,
(sebagian) kami ada yang mati dan sebagian lagi ada yang hidup (lahir). Dan
tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa.” Mereka sekali-kali tidak
mengerti tentang hal itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (Al Jatsiyah: 24)
Bila
demikian keadaannya, lalu apa tujuan diciptakannya kita di muka bumi ini?
Para pembaca, sesungguhnya keberadaan kita
di muka bumi ini tidaklah sia-sia belaka. Allah l
berfirman (artinya): “Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian
sia-sia belaka?” (Al Mu’minun: 115)
Bahkan
dengan tegas Allah l menyatakan (artinya): “Tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku, Aku tidak
menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi makan pada-Ku, Sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pemberi rizki
Yang mempunyai kekuatan Lagi Maha Sangat Kuat” (Adz Dzariyat: 56-58)
Tentunya,
ibadah di sini hanyalah berhak diberikan kepada Allah semata, karena Dia-lah
satu-satunya Pencipta kita dan seluruh alam semesta ini. Allah l berfirman (artinya):
“Hai
manusia beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertaqwa.Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap. Dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan dengan sebab itu segala buah-buahan sebagai rizki
untukmu, karena itu janganlah kamu menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal
kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 21-22)
Demikianlah
hikmah dan tujuan penciptaan kita di muka bumi ini.
Makna
Ibadah
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: ”Ibadah
adalah suatu nama yang mencakup seluruh amalan yang dicintai oleh Allah dan
diridhai-Nya baik berupa ucapan maupun
perbuatan, baik yang lahir maupun batin.”
Asal
ibadah adalah ketundukan dan perendahan diri. Suatu ibadah tidaklah dikatakan
ibadah sampai pelakunya bertauhid yaitu mengikhlashkan peribadatan hanya kepada
Allah l dan meniadakan segala sesembahan kepada
selain Allah l. Atas dasar itu Ibnu Abbas a berkata: “Makna
beribadah kepada Allah adalah tauhidullah (yaitu memurnikan peribadahan
hanya kepada Allah). Itulah realisasi dari kalimat tauhid :
merupakan kalimat yang sangat akrab dengan kita,
bahkan kalimat inilah yang kita jadikan sebagai panji tauhid dan identitas
keislaman. Ia sangat mudah diucapkan, namun menuntut adanya sebuah konsekuensi
yang amat besar.
Oleh
karena itu, Allah l gelari kalimat ini
dengan “Al ‘Urwatul Wutsqo” (buhul tali yang amat kuat yang tidak akan
putus), sebagaimana dalam firman-Nya:
“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
(segala apa yang diibadahi selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh
ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al Baqarah: 256)
Dakwah
Tauhid Adalah Misi Utama Yang Diemban Para Rasul
Tujuan
pokok diutusnya para Rasul adalah menyeru umat manusia agar beribadah hanya
kepada Allah l semata, dan melarang dari peribadatan kepada selain-Nya, sebagaimana Allah l berfirman (artinya): “Sungguh tidaklah Kami
mengutus seorang rasul pada setiap kelompok manusia kecuali untuk menyerukan:
“Beribadalah kalian kepada Allah saja dan tinggalkan thaghut (yakni sesembahan
selain Allah).” (An Nahl: 36)
“Dan
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
padanya bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk di ibadahi melainkan Aku,
maka beribadahlah kepada-Ku”. (Al Anbiya’: 25)
Nabi
Nuh q sebagai seorang rasul pertama mengajak umatnya kepada tauhid selama
950 tahun. Demikian pula Rasulullah ` selama 13 tahun tinggal
di Mekkah menyeru umatnya kepada tauhid dan dilanjutkan di Madinah,
sampai-sampai menjelang wafat pun beliau tetap mewanti-wanti tentang pentingnya
tauhid dan bahayanya syirik, beliau ` berkata:
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan
Nashrani karena mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai sebagai
masjid-masjid.”(Muttafaqun ‘alaihi).
Sebagaimana
pula yang beliau wasiatkan kepada Sahabat Mu’adz bin Jabal a tatkala diutus ke negeri Yaman:
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi
sekelompok kaum dari Ahlul Kitab, maka jadikanlah yang pertama kali dalam
dakwahmu, (ajakan) supaya mereka mau bertauhid kepada Allah `.” (HR. Muslim)
Tauhid
Adalah Solusi Dari Problema Umat
Di
kancah perselisihan dakwah dengan lahirnya berbagai macam kelompok-kelompok
yang semuanya mengatasnamakan Islam. Sebagian mereka mengatakan Islam tidak
akan maju dan mulia selama tidak memperhatikan sisi ekonomi kaum muslimin.
Yang
lain berpandangan bahwa medan politik
adalah solusi umat, meraih kekuasan adalah target utama sebagai jembatan
penegakan syari’at Islam di muka bumi, dan sekian banyak logika-logika yang
hanya berdasarkan kepada perasaan ataupun emosional semata tanpa didasari
dengan ilmu.
Para
pembaca yang mulia, perhatikanlah berita
penegasan dari Allah l, bahwa dakwah tauhid
yang merupakan tujuan diutusnya para nabi dan rasul , dan diturunkannya
kitab-kitab suci dari langit, adalah faktor terbesar untuk meraih kejayaan,
mengangkat kehormatan, kemuliaan dan kesejahteraan kaum muslimin. Allah l berfirman (artinya):
“Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Yaitu mereka tetap
beribadah hanya kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Dan barangsiapa yang (tetap)
kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”(An
Nur: 55)
“Jikalau
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami melimpahkan berkah
dari langit dan bumi.” (Al
A’raf: 96)
Dan
tauhid merupakan landasan utama dari sebuah keimanan dan ketakwaan.
Keutamaan
Tauhid
Allah
l tidaklah mewajibkan suatu perkara, melainkan pasti
padanya terdapat keutamaan-keutamaan yang sangat mulia.Begitu pula dengan
“Tauhid” yang merupakan perkara paling wajib dari perkara-perkara yang paling
wajib, tentunya pasti mempunyai berbagai keutamaan. Di antara keutamaannya
ialah:
1.
Tauhid Adalah Tingkat Keimanan Yang Tertinggi
Kita
ketahui bahwa iman itu bertingkat-tingkat, dan tingkatan yang tertinggi adalah
kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah. Rasulullah `
bersabda:
“Iman itu ada enam puluh cabang lebih,
yang paling tinggi adalah perkataan/ucapan "Laa Ilaaha Illallah" dan
yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR. Muslim)
2. Tauhid Sebagai Syarat Diterimanya Suatu
Ibadah
Allah
l berfirman (artinya): “Seandainya mereka
menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka
kerjakan.” (Al An’am: 88)
3. Tauhid
Merupakan Sebab Bagi Datangnya Ampunan Allah l
Hal
ini didasarkan kepada firman Allah l :“Sesungguhnya Allah
tidak mengampuni dosa syirik (ketika pelakunya meninggal dunia dan belum
bertaubat darinya), dan Dia mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa
saja yang dikehendaki-Nya.” (An Nisa’: 48 & 116)
4. Tauhid Sebagai jaminan Masuk ke Al
Jannah Tanpa Hisab
Ketika
para shahabat bertanya-tanya tentang 70.000 orang dari umat Muhammad ` yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, maka
Rasulullah ` bersabda:
“… mereka adalah orang-orang yang tidak
minta diruqyah, tidak minta dikay dan tidak mengundi nasib dengan burung dan
sejenisnya dan mereka bertawakkal hanya kepada Allah.” (H.R.
At Tirmidzi)
5.
Orang Yang Tauhidnya Benar Pasti Akan Masuk Al Jannah
Hal ini sebagaimana
sabda Rasulullah ` :
“Barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan
tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, niscaya dia akan masuk surga.” (H.R. Muslim).
6. Tauhid Merupakan Sumber Keamanan
Sebagaimana firman Allah l (artinya): “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
keimanan mereka dengan kezaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al
An’am: 82)
Bagaimanakah
Bahaya Syirik ?
Syirik
merupakan lawan dari tauhid.Kalau tauhid mengandung makna menunggalkan Allah l dalam hal ibadah, maka syirik mengandung makna
menyekutukan Allah l dalam hal ibadah.Di saat
tauhid mempunyai banyak keutamaan maka sebaliknya syirik pun sangat berbahaya
dan mempunyai banyak mudharat. Di antaranya adalah:
1.
Dosa Syirik Tidak Akan Diampuni Oleh Allah l
Allah l
berfirman (artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa syirik (ketika pelakunya meninggal dunia dan belum bertaubat darinya), dan
Dia mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.”(An Nisa’: 48 & 116)
2.
Kesyirikan Adalah Kezaliman Yang Besar
Allahlberfirman
(artinya):
“Sesungguhnya kesyirikan adalah
kezaliman yang besar.”(Luqman: 13)
3.
Orang Yang Meninggal Dunia Dalam Keadaan Musyrik Akan Masuk Neraka Dan Kekal Di
Dalamnya
Allah l
berfirman (artinya):
“Sesungguhnya barangsiapa yang
menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya surga, dan tempat
kembalinya adalah neraka dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang dhalim.”(Al Maidah: 72)
Rasulullah `
juga bersabda:
“Barangsiapa meninggal dunia dan dia
berdo’a kepada selain Allah niscaya dia masuk neraka.”(HR.
Al Bukhari)
4. Kesyirikan Penyebab Terpecah Belahnya Umat
Allah l
berfirman (artinya):
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang
yang menyekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan
mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa
yang ada pada golongan mereka.” (Ar Ruum: 31-32)
Semoga
Allah l menjauhkan kita semua dari kesyirikan,
dan menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang bertauhid, dan para penghuni
jannah (surga)-Nya. Amin…
Wallahu a’lam bishshawab.
____________________________________________________________________________
CAHAYA BAKTI UNTUK ORANG TUA
Mengenal
Jerih Payah Ayah Bunda
Anak
merupakan dambaan setiap pasangan suami isteri. Kehadirannya menjadi penyejuk
pandangan orang tua, menjadi penggembira ketika susah, dan menjadi penghibur
kalbu ketika gundah gulana. Kalimat “Anakku sayang”, akan senantiasa terucap meski
sang ibu atau bapak sedang mengalami sakit yang parah. “Biar bapakmu susah asal
kamu tetap senang”, demikian ucapan seorang bapak yang sangat sayang pada
anaknya. Seraya bermunajat dengan penuh harap kepada Allah Rabbul ‘alamin:
“Wahai
Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami sebagai imam bagi orang-orang
yang bertakwa.” (Al
Furqan: 74)
Sosok
anak tidak akan dapat terlepas dari ayah dan ibunya. Bagaimanapun keadaannya,
ia adalah bagian dari keduanya. Dia adalah darah daging keduanya.Rahim ibu
adalah tempat buaiannya yang pertama di dunia ini.Air susunya sebagai sumber
makanan yang menumbuhkan jasadnya.
Kasih
sayang ibu adalah ketenangan yang ia selalu rindukan. Kerelaan ibu untuk
berjaga membuat nyenyak tidur.Kegelisahan ibu menyisakan kebahagiaan
untuknya.Timangan ayah dirasakan sebagai kekokohan.Perasan keringat ayah
memberikan rasa kenyang dan hangat bagi dirinya.
Allah
l berfirman (artinya): “Dan Kami wasiatkan kepada
manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan payah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam
usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.Hanya
kepada-Ku-lah kembalimu.(Luqman: 14)
Berbakti
Kepada Orang Tua Adalah Petunjuk Para
Nabi Dan Rasul
Allah
l mengabadikan di dalam Al Qur’an tentang kisah-kisah
bakti mereka kepada orang tua, supaya dapat diambil pelajaran bagi umat manusia
bahwa ini merupakan petunjuk dan jalan seluruh para nabi dan rasul. Diantaranya
adalah firman Allah l (artinya):
”Dan
aku (yaitu Nabi Isa q) adalah orang yang
berbakti kepada ibuku dan Dia tidak menjadikanku sebagai orang yang sombong
lagi celaka.”
(Maryam : 32).
“Dan
dia (yaitu Nabi Yahya q) adalah orang yang
berbakti kepada orang tuanya dan dia bukanlah orang yang sombong lagi yang
durhaka.”
(Maryam:14).
Perintah
Berbakti Kepada Orang Tua beriringan
dengan Perintah Bertauhid
Tujuan
paling agung dari dakwah para nabi dan rasul adalah tauhid yaitu beribadah
hanya kepada Allah l semata dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dirangkaikannya antara kewajiban bertauhid
dengan berbuat baik kepada orang tua di dalam Al Qur’an maupun As Sunnah
menunjukkan bahwa berbakti kepada orang tua merupakan ibadah agung di sisi
Allah l. Diantaranya firman Allah l:
”Katakanlah, kemarilah, aku
akan membacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Robbmu janganlah kamu
menyekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al An’am:151).
”Beribadahlah
kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat
baiklah kepada orang tua.” (An
Nisa’: 36).
Di
dalam As Sunnah, Abu Bakrah t meriwayatkan bahwa
Rasulullah ` bersabda (artinya): “Maukah
kuberitakan kepada kamu tentang dosa-dosa besar yang terbesar?” Kami menjawab:
“Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah dan durhaka
kepada kedua orang tua…” (Muttafaqun ‘alaihi)
Bentuk-bentuk
berbakti kepada orang tua.
1. Menaati perintah
keduanya dan menjauhi larangannya selama tidak
bermaksiat kepada Allah l.
Allah l
berfirman (artinya): “Jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku yang
kamu tidak memiliki ilmu tentangnya maka janganlah kamu menaati keduanya dan pergaulilah
mereka di dunia dengan cara yang baik.” (Luqman: 15)
2. Memuliakan keduanya dan berucap dengan ucapan
yang baik serta tidak menghardiknya.
Allah l
berfirman (artinya): “Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya
telah lanjut usia (dalam pemeliharaanmu) maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu menghardik mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik." (Al Isra’: 23)
3. Tidak melakukan safar (perjalanan) jauh
melainkan dengan seizin keduanya begitu juga jihad yang hukumnya fardhu
kifayah.
‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash t berkata: “Seseorang menghadap Nabi ` lalu berkata: ‘Aku membai’atmu di atas
hijrah dan jihad untuk mencari pahala dari Allah l.
Rasulullah ` bersabda: ‘Apakah salah seorang dari kedua
orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab: ‘Ya, bahkan keduanya’ (masih hidup),
lalu beliau bersabda: ‘Kamu ingin mencari pahala dari Allah?’ Dia menjawab:
‘Ya’. Rasulullah ` bersabda: ‘Kembalilah
kepada kedua orang tuamu dan berbaktilah kepada keduanya’. (Muttafaqun ‘alaihi)
4. Mendahulukan hak kedua orang tua atas hak
istri dan anak.
Hal
ini berdasarkan hadits tentang tiga orang yang masuk ke dalam gua lalu gua
tersebut tertutup dengan batu sehingga mereka tidak bisa keluar darinya. Lalu
ketiga orang tersebut berdoa kepada Allah l
dengan cara bertawassul dengan amal-amal shalih mereka yang shalih. Salah satu
di antara mereka bertawassul dengan amalan mengutamakan hak kedua orang tuanya
atas hak anak-anak dan istrinya. (H.R. Al Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743)
5. Berterima kasih terhadap segala bentuk
pengorbanannya.
Direalisasikan dengan cara memenuhi kebutuhan keduanya baik
harta, tenaga ataupun pikiran dan berusaha menghilangkan segala sesuatu yang
dapat mengganggu keduanya. Allah l berfirman (artinya): “Dan
Kami telah memerintahkan kepada manusia untuk (berbuat baik) kepada kedua orang
tuanya, karena ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah di atas kelemahan
dan menyapihnya selama dalam usia dua tahun maka bersyukurlah kamu kepada-Ku
dan kepada kedua orang tuamu.”
(Luqman: 14)
Hakekat
Kecintaan Dan Berbakti Kepada Orang Tua
Hakekat
seorang anak yang cinta dan berbakti kepada orang tua manakala ia menjadi sebab
orang tua tetap tsabat (kokoh) memegang prinsip-prinsip agama, atau sabar
membimbing keduanya supaya masuk ke dalam agama Islam bila keduanya masih
kafir. Sebaliknya hakekat kedurhakaan seorang anak manakala ia menjadi fitnah
sehingga menyebabkan orang tuanya terjatuh dalam perbuatan maksiat atau bahkan
kekufuran.
Jadikanlah
kedua orang tuamu sebagai ladang bercocok tanam untuk akhiratmu dan sebagai
jembatan pengantar menuju al jannah (surga)! Nabi `
bersabda (artinya):
“Nista
dan hina, nista dan hina, nista dan hina.” Lalu ditanyakan: “Siapa wahai
Rasulullah ? ”Beliau bersabda: “Yaitu yang mendapati kedua orang tuanya (masih
hidup) lalu tidak menyebabkan dia masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim no. 2551)
Berbakti
Kepada Orang Tua Tetap Berlangsung Walaupun Keduanya Sudah Wafat
Ikatan
batin dari fitrah seorang anak kepada kedua orang tuanya tidak akan hilang
walaupun keduanya telah wafat. Agama Islam tetap mensyari’atkan untuk berbakti
kepada orang tua walaupun keduanya telah tiada. Beberapa amalan mulia yang
dapat dilakukan sepeninggal keduanya adalah:
1. Mendo’akan kebaikan, memohonkan maghfirah
(ampunan) dan rahmat bagi keduanya. Rasulullah `
bersabda:
“Ada seseorang yang dinaikkan derajatnya
setelah ia mati, maka ia bertanya: “Wahai Rabbku, ada apa ini?“ Dikatakan
kepadanya: “Anakmu memohonkan ampun untukmu.” (Shahih Ibnu Majah no. 3660, karya Asy
Syaikh Al Abani).
2. Memperbanyak amalan shalih. Sesungguhnya orang tua akan mendapat balasan
(pahala/ganjaran) dari amalan shalih yang dilakukan oleh anaknya, karena anak
itu termasuk dari usahanya dan harapannya. Allah l
berfirman (artinya):
“Dan sesungguhnya manusia tidak memperoleh
selain apa yang telah ia usahakan sendiri.” (An Najm: 39)
Rasulullah `
bersabda:“Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah hasil
dari usahanya sendiri, dan sesungguhnya seorang anak termasuk dari usahanya
(orang tua).” (HR. Abu Dawud, lihat Ahkamul Jana’iz karya Asy Syaikh Al Albani
hal. 216)
3. Menyambung
silaturahmi (kekerabatan) yang berasal dari keduanya.
4. Menyambung
hubungan persaudaraan dengan keluarga kawan orang tuanya. Rasulullah ` bersabda (artinya):
“Sesungguhnya
kebaikan yang terbaik adalah menyambung persaudaraan dari keluarga kawan
bapaknya.” (HR. Muslim).
5.
Memenuhi wasiat keduanya, selama wasiat tersebut dalam hal yang ma’ruf (baik).
Sikap
Terhadap Orang Tua Yang Kafir
Kekufuran
orang tua bukan penghalang untuk berbakti dan bergaul dengan keduanya secara
baik. Allah l berfirman (artinya):
“Jika
keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku yang kamu tidak memiliki ilmu
tentangnya maka janganlah kamu menaati keduanya dan pergaulilah mereka di dunia
dengan cara yang baik.” (Luqman:
15).
Asma’ binti Abi Bakr a berkata: “Pada masa perjanjian damai antara
Quraisy dengan Nabi ` ibuku datang, padahal
dia seorang wanita musyrik. Maka aku bertanya kepada Nabi ` : “Sesungguhnya ibuku datang, namun dia
seorang wanita yang musyrik dan memintaku untuk berbuat baik kepadanya. Maka
apakah aku boleh menyambung (hubungan) dengannya?” Beliau menjawab: “Ya,
sambunglah hubungan dengan ibumu.” (HR. Al Bukhari)
Hikmah
Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
Sesungguhnya
keutamaan dan buah dari berbakti kepada kedua orang tua sangatlah agung dan
besar, di antaranya:
1. Diterimanya
amalan shalih dan dihapuskan dosa-dosa baginya. (Al Ahqaf: 15-16)
2. Terkabulnya
do’a. (HR. Al Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743)
3. Kelapangan
hidup.
Dari
Anas bin Malik a berkata: “Saya mendengar Rasulullah ` bersabda: “Barangsiapa yang suka
diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung
persaudaraan (keluarganya).” (HR. Al Bukhari)
Kemalangan
Mendurhakai Orang Tua
Durhaka
kepada orang tua merupakan lawan dari berbakti kepada keduanya. Diantara bentuk
durhaka kepada orang tua adalah: tidak peduli dengan penderitaan yang dialami
orang tua, tidak mau mengakui keberadaan orang tuanya karena jauhnya perbedaan
status antara ia dengan keduanya,
mencaci maki keduanya, membentak dan menghardik, memukul, memperbudak,
mengkhianati, mendustai, menipu, tidak taat kepada perintah keduanya dan sebagainya dari bentuk kedurhakaan kepada
kedua orang tua. Rasulullah ` bersabda:
"Tiga orang yang tidak akan
diterima amalan wajib maupun sunnah oleh Allah l
pada hari kiamat yaitu: orang yang durhaka kepada orang tuanya, orang yang
mengungkit-ungkit pemberiannya, dan orang yang mendustakan takdir.”(Shahihul
Jami’, karya Asy Syaikh Al Albani no. 3060).
Akhir
kata, semoga bahasan kali ini dapat menjadikan kita selalu berbakti kepada
kedua orang tua dan menjauhkan kita dari sikap durhaka kepada keduanya.Amiin,
Yaa Rabbal ‘Aalamiin.Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar