ARTI SEBUAH KEJUJURAN
Para pembaca yang mulia, menyoal kejujuran
adalah suatu topik pembicaraan yang mahal. Kejujuran tak ubahnya ibarat barang
langka, namun banyak orang yang mencarinya. Terasa susah sekali mencari orang
yang jujur atau yang bisa dipercaya. Tak urung, orang kepercayaan pun bisa jadi
musuh dalam selimut.
Seiring
dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin canggih, peran kejujuran
merupakan modal yang paling urgent (mendasar). Keakuratan dalam memberikan
informasi, berita, data, fakta, atau memberikan kesaksian, pembuatan nota,
surat menyurat, mengiklankan sebuah produk, mengukur menggunakan timbangan, dan
segala yang terkait dengan pernyataan, sikap dan tindakan, seluruhnya tergantung
kepada faktor kejujuran.
Demi
mengejar persaingan bisnis, persaingan posisi (jabatan), kesenjangan sosial,
kesulitan ekonomi atau pun kepentingan lainnya tak jarang dapat melupakan
prinsip kejujuran. Tak luput juga dalam dunia pendidikan, adanya persaingan
pendidikan yang kurang sehat juga dapat menggugurkan kejujuran.Apabila dalam
dunia pendidikan saja sudah lepas dari prinsip kejujuran, maka bagaimana lagi
dengan yang diluar dunia pendidikan (yang merupakan hasil/output dari dunia
pendidikan)?
Demikian
pula dalam rumah tangga, sangat perlu ditanamkan dan diterapkan prinsip
kejujuran yang mulia ini. Betapa menyesalnya orang tua, bila sang anak sudah
tidak bisa dipegang kejujurannya lagi? Betapa parahnya keretakan hubungan suami
istri, bila keduanya tidak saling menaruh kepercayaan? Bila dalam lembaga kecil
saja ketidakjujuran membawa dampak negatif yang luar biasa, maka bagaimana lagi
dampak yang akan ditimbulkan dalam lembaga yang lebih besar?
Sangat
tragis bila slogan miring seperti “sopo sing jujur, ajur” (maknanya: siapa yang
jujur, maka ia akan hancur, bahasa Jawa, pen), atau “siapa yang polos, nggak
lolos”, ini semakin semarak. Apakah wabah ini bisa terobati? Jawabannya, tentu
karena Allah l
tidak akan menurunkan sebuah penyakit melainkan pasti ada obatnya.
Kembali kepada Islam, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya adalah
obat yang tepat.
Jujur adalah Tanda Orang Yang Beriman
Wahai
saudaraku kaum muslimin, sesungguhnya agama Islam yang dibawa oleh baginda Nabi
Muhammad ` adalah agama yang menjunjung tinggi
prinsip kejujuran.Beliau sendiri adalah seorang yang mendapat gelar al amin
(orang yang dapat dipercaya) dimasa itu.Karena beliau `
melandasi setiap tindakannya diatas prinsip kejujuran.
Dalam
beberapa ayat Al Qur’an, Allah l telah menyeru
orang-orang yang beriman agar bersikap jujur. Diantaranya adalah firman Allah l:
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah
kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (at Taubah:
119)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar (diantaranya adalah
jujur, pen).” (Al Ahzab: 70)
Dalam
kedua ayat di atas, Allah l memanggil kepada
orang-orang yang beriman, agar mereka bertaqwa dan berjalan bersama orang-orang
yang jujur.Mengisyaratkan bahwa konsekuensi orang yang mengikrarkan dirinya
beriman kepada Allah l, hendaknya dia
bertaqwa.Dan salah satu bentuk taqwa dia kepada Allah l
adalah berjalan bersama orang-orang yang jujur.Berpijak diatas pijakan mereka,
yaitu melandasi semua perkataan dan perbuatan diatas prinsip kejujuran.Karena
kejujuran merupakan tanda kesempurnaan iman dan taqwa dia kepada Allah l.
Hal
ini juga ditegaskan oleh Rasulullah ` dalam sebuah haditsnya
yang diriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah a:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah l dan hari kiamat, hendaklah dia berkata baik atau
hendaknya dia diam (bila tidak bisa berkata baik).” (HR. al Bukhari no. 6018
dan Muslim no. 48)
Diantara
perkataan yang baik adalah perkataan yang jujur.Bahkan kejujuran itu adalah sumber
segala kebaikan.
Arti
Sebuah Kejujuran
Para
pembaca, setiap yang menabur biji kebaikan pasti ia akan menuai kebaikan dan
demikian pula setiap yang menabur biji kejelekan pasti ia akan menuai kejelekan
pula. Ini merupakan sunnatullah (ketetapan Allah l)
yang sejalan dengan fitrah yang suci. al
Imam al Bukhari dan al Imam Muslim meriwayatkan dari shahabat Abdullah bin
Mas’ud a, bahwa Rasulullah ` bersabda:
“Wajib
atas kalian untuk jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu akan mengantarkan
kepada jalan kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan mengantarkan kedalam al jannah (surga),
sesungguhnya orang yang benar-benar jujur akan dicatat disisi Allah sebagai
orang yang jujur. Dan hati-hatilah dari dusta, karena sesungguhnya dusta itu
akan mengantarkan ke jalan kejelekan, dan sesungguhnya kejelekan itu akan
mengantarkan kedalam an naar (neraka), sesungguhnya orang yang benar-benar
dusta akan dicatat disisi Allah sebagai pendusta.” (HR. al Bukhari no. 6094
dan Muslim no. 2606)
Dalam
hadits diatas menunjukkan bahwa jujur merupakan amalan yang amat terpuji. Dari
sebuah kejujuran akan tegak kebenaran, keadilan, dan sekian banyak kebaikan
dibaliknya. Hati akan menjadi tenang dan tentram. Karena orang yang jujur itu tidak
mengurangi atau menzhalimi hak orang lain. Sehingga semakin menambah kepercayaan dari orang lain.
Cobalah
perhatikan, bila seseorang berkata atau bertindak jujur, maka orang lain akan
merasa dirinya dihormati, diperlakukan adil, tidak dizhalimi atau tidak
dikhianati. Sehingga menumbuhkan rasa saling percaya, menambah rajutan ukhuwah
(persaudaran), dan mahabbah (kasih sayang).
Namun
sebaliknya, dari ketidakjujuran akan menyebabkan terjatuh dalam perbuatan
zhalim, curang atau berdusta kepada orang lain. Yang berakibat memudarnya sikap
saling percaya, bahkan akan timbul kedengkian, permusuhan, dan sikap jelek
lainnya. Sehingga jujur itu benar-benar akan mendatangkan kebaikan dan
sebaliknya dibalik ketidakjujuran itu terdapat sekian malapetaka. Demikianlah
janji Allah l dalam firman-Nya (artinya):
“… Tetapi
jikalau mereka jujur terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi
mereka.”(Muhammad: 21)
Sebenarnya
segala perbuatan itu bisa dinilai sendiri, apakah perbuatan itu didasari dengan
jujur ataukah tidak? Bila perbuatan itu didasari dengan kejujuran maka hati itu
akan menjadi tentram dan tenang. Berbeda dengan perbuatan yang didasari dengan
ketidakjujuran maka hati itu akan selalu gundah gulana dan bimbang. Maka
sesuatu yang masih ragu atau bimbang hendaknya ditinggalkan. Sebagaimana
Rasulullah ` bersabda:
“Tinggalkan
sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak
meragukanmu.Karena kejujuran itu adalah sesuatu yang menenangkan, sedangkan
dusta itu adalah sesuatu yang membimbangkan.” (HR.
at Tirmidzi no. 2518, an Nasa’i 8/327-328, dan Ahmad 1/200, dari shahabat al
Hasan bin Ali bin Abi Thalib)
Para
pembaca, sehingga image bahwa “jujur itu ajur” itu tidaklah benar.Bahkan sikap
jujur itu pasti berakibat “mujur” (baik) dan “ma’jur” (mendapat pahala dari
Allah l). Diantara dampak yang baik dari perbutan
jujur adalah;
1. Sebab mendapat barakah dari Allah l. Rasulullah ` bersabda:
“Penjual dan pembeli itu memiliki hak
untuk meneruskan atau membatalkan akad jual belinya selama keduanya belum berpisah.
Jika keduanya jujur menjelaskan keadaan barangnya maka akan diberkahi jual
belinya dan jika keduanya dusta dan menyembunyikan (aibnya) maka akan dihapus keberkahan dalam
jual belinya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Ini
adalah suatu gambaran dari Rasulullah ` tentang usaha dagang
(bisnis) yang didasari dengan prinsip kejujuran.Jujur dalam memberikan sifat
barang, jujur dalam timbangan, atau jujur dalam segala hal yang terkait dengan
jual beli.
Maka
bisnis itu akan diberkahi oleh Allah l,,, Sebaliknya bila berlaku
culas (menipu) dalam bisnisnya maka akan menjauhkan dia dari barakah-Nya,
bahkan Allah l akan mendatangkan siksaan padanya.
Seperti curang dalam timbangan, maka Allah l
mengancam dengan ancaman yang keras, sebagaimana firman-Nya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curang (yaitu curang dalam menakar dan menimbang).” (al Muthaffifin: 1)
2. Jujur sebagai sebab akan diperbaiki dan
diterima amalan-amalan lainnya oleh Allah l.
3. Jujur sebagai sebab datangnya maghfirah
(ampunan) Allah l.
Sebagaimana
Allah l berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar (jujur), niscaya Allah
akan memperbaiki amalan-amalanmu dan akan mengampuni dosa-dosamu, …” (al Ahzab:
70-71)
4. Mendapat pahala yang besar dari Allahl
Allah l
berfirman (artinya):
“(Sesungguhnya), … laki-laki dan perempuan
yang jujur, … Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang
besar.” (Al Ahzab : 35)
Diantara
pahala yang besar yang Allah l janjikan, yaitu
barangsiapa yang memohon derajat syahid disisi Allah l
dengan jujur, niscaya Allah lakan memenuhi
permohanannya, meskipun ia mati diatas ranjangnya. Sebagaiamana hadits
Rasulullah ` : “Barangsiapa memohon kepada Allah
derajat syahid dengan jujur niscaya Allah akan menyampaikannya ke derajat para
syuhada’, meskipun ia meninggal diatas ranjangnya.” (HR. Muslim no. 1909)
Demikian
pula, pedagang (pebisnis) yang jujur akan diberikan pahala tinggal bersama para
nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada’ (orang-orang yang mati di medan
jihad). Rasulullah ` bersabda:
“Pedagang yang jujur lagi dapat
dipercaya dan dia seorang muslim bersama
para nabi, ash shiddiqin dan asy syuhada’.”(HR. at Tirmidzi : 1130 & Ibnu Majah: 2139, hadits hasan shahih.
Lihat Shahih at Targhib & ash Shahihah)
Akhir
kata, semoga kajian yang ringkas ini dapat menjadi koreksi bagi kita
semua.Tiada seorang pun yang bersih dari noda dosa dan kesalahan.Seyogyanya
kita selalu berusaha untuk berjalan diatas prinsip kejujuran.Bila ada kelalaian
hendaknya kita segera bertaubat kepada Allah l.
Semoga Allah l menggolongkan kita termasuk
hamba-hambanya yang jujur.
Amien, ya Rabbal ‘alamin.
HIKMAH
DAN KEUTAMAAN WUDHU
Para pembaca yang mulia, wudhu’ merupakan
suatu amalan yang kerap kali kita lakukan. Tata caranya cukup ringkas dan
praktis.Namun mengandung keutamaan yang sangat besar, sehingga kita tidak boleh
meremehkannya.Karena seluruh syari’at yang dibawa oleh Rasulullah ` terkandung padanya hikmah dan manfa’at. Allah lberfirman :
“...Dan
jika ada kebajikan sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan
memberikan pahala yang besar.”(an Nisaa’: 40)
Begitu
pula halnya dengan wudhu’.Meskipun terkesan ringan dan ringkas, tetapi memiliki
keutamaan yang sangat besar.Sebagaimana yang Allah l
janjikan pada ayat diatas. Berikut ini kami sebutkan beberapa keutamaan wudhu’,
diantaranya:
1. Pembersih dari noda-noda dosa dan penambah amal kebajikan.
Dari
shahabat Abu Hurairah a, bahwasanya Rasulullah ` bersabda:
“Apabila seorang muslim atau mukmin
berwudhu’ kemudian mencuci wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya setiap dosa
pandangan yang dilakukan kedua matanya bersama air wudhu’ atau bersama akhir
tetesan air wudhu’. Apabila ia mencuci kedua tangannya, maka akan keluar setiap
dosa yang dilakukan kedua tangannya bersama air wudhu’ atau bersama akhir
tetesan air wudhu’. Apabila ia mencuci kedua kakinya, maka akan keluar setiap
dosa yang disebabkan langkah kedua kakinya bersama air wudhu’ atau bersama
tetesan akhir air wudhu’, hingga ia selesai dari wudhu’nya dalam keadaan suci
dan bersih dari dosa-dosa.” (HR. Muslim no. 244)
Subhanallah…
Hal ini merupakan sebuah rahmat dan kasih sayang yang sangat besar tiada tara yang
diberikan Allah Rabbul ‘Alamin kepada para hamba-Nya.
Perlu
kita sadari, bahwa manusia bukanlah makhluk yang sempurna, bahkan Allah l sebagai Sang Khaliq (Pencipta) menyifati manusia
sebagai makhluk yang bodoh dan sering lalai, sehingga tak jarang terjatuh dalam
perbuatan dosa dan kezhaliman. Sebagaimana firman Allah l (artinya):
“Sesungguhnya
manusia itu amat zhalim (aniaya) dan amat bodoh.”(al Ahzab: 72)
Ditegaskan
pula dalam hadits Rasulullah `, dari sahabat Anas bin
Malik a:
“Setiap
anak cucu Adam pasti selalu melakukan kesalahan.Dan sebaik-baik mereka yang
melakukan kesalahan adalah yang selalu bertaubat.” (HR. Ahmad, Ibnu
Majah, dan ad Darimi)Akan tetapi, Allah l
dengan rahmat-Nya yang amat luas memberikan solusi mudah untuk membersihkan
diri dari noda-noda dosa, diantaranya adalah dengan berwudhu’.Sehingga
diharapkan ketika seseorang selesai dari berwudhu’, ia bersih dari dosa-dosa
yang telah dilakukannya, (hal ini selama dijauhi dosa-dosa besar).
2. Anggota wudhu’ akan bercahaya pada hari kiamat.
Pada
hari kiamat nanti, umat Nabi Muhammad ` akan terbedakan dengan
umat yang lainnya dengan cahaya yang memancar dari anggota wudhu’. Rasulullah `
bersabda:
“Sesungguhnya
umatku akan dipanggil pada hari kiamat nanti dalam keadaan dahi, kedua tangan
dan kaki mereka bercahaya, karena bekas wudhu’.” (HR. al Bukhari no. 136 dan
Muslim no. 246)
Dalam riwayat yang lain:
“Bagaimana
engkau mengenali umatmu setelah sepeninggalmu, wahai Rasulullah?“ Seraya
Rasulullah ` menjawab:
“Tahukah
kalian bila seseorang memilki kuda yang berwarna putih pada dahi dan kakinya
diantara kuda-kuda yang yang berwarna hitam yang tidak ada warna selainnya,
bukankah dia akan mengenali kudanya? Para shahabat menjawab:
“Tentu
wahai Rasulullah.”
Rasulullah
berkata: “Mereka (umatku) nanti akan datang dalam keadaan bercahaya pada dahi
dan kedua tangan dan kaki, karena bekas wudhu’ mereka.” (HR. Muslim no. 249)
Hadits
diatas menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad `
yang bercahaya pada hari kiamat nanti disebabkan karena amalan wudhu’.
Tentunya, siapa yang tidak pernah berwudhu’, maka bagaimana mungkin dia akan
bercahaya, sehingga dengan tanda tersebut, Rasululah `
akan mengenali sebagai umatnya?
3. Mengangkat
derajat disisi Allah l
Semulia-mulia
derajat adalah derajat yang tinggi disisi Allah l.
Adapun seseorang yang meraih derajat tinggi dihadapan manusia itu belum tentu
ia berada pada derajat tinggi disisi Alah l.
Maka dengan wudhu’ yang sempurna akan dapat mengangkat derajat yang tinggi
disisi Allah l. Rasulullah `
bersabda:
“Maukah
kalian aku tunjukkan suatu amalan yang dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa
dan mengangkat derajatnya! Para shahabat berkata:
“Tentu,
wahai Rasulullah.”
Kemudian
Rasulullah ` bersabda: “Menyempurnakan wudhu’ walaupun
dalam kondisi sulit, memperbanyak langkah menuju ke masjid, dan menunggu shalat setelah
shalat, maka itulah yang disebut dengan ar Ribath.” (HR. Muslim no. 251)
Selain
wudhu’ memiliki keutamaan yang besar, wudhu’ juga memilki peranan dan pengaruh
penting pada amalan yang lainnya. Coba
perhatikan pada shalat lima waktu atau shalat sunnah yang kita kerjakan! Tidak
akan sah shalat jika tanpa berwudhu’ terlebih dahulu.Karena wudhu’ merupakan
salah satu syarat sahnya shalat. Sebagaimana Rasulullah ` bersabda:
“Allah
tidak akan menerima shalat seseorang apabila ia berhadats, hingga dia
berwudhu’.” (HR. al Bukhari no. 135 dan Muslim no. 225 dari sahabat Abu
Hurairah)
Bahkan
para ‘ulama bersepakat bahwasanya shalat tidak boleh ditegakkan kecuali dengan
berwudhu’ terlebih dahulu, selama tidak ada udzur untuk meninggalkan wudhu’
tersebut (al Ausath 1/107).
Berikut
ini akan kami paparkan beberapa waktu yang disunnahkan (dianjurkan) untuk
berwudhu’.Dengan ini kita akan mengetahui, betapa tinggi peranan dan pengaruh
amalan wudhu’ bagi diri seseorang.Sehingga kita tidak menganggapnya enteng
(ringan, remeh). Diantara waktu yang disunnahkan untuk berwudhu’, yaitu;
1. Berwudhu’ ketika hendak pergi ke masjid
Termasuk
sunnah Rasulullah ` adalah berwudhu’ sebelum
berangkat ke masjid untuk shalat berjama’ah. Yang memiliki pengaruh (nilai)
yang lebih dibanding tidak berwudhu’ terlebih dahulu.
Yaitu
Allah l menjadikan barakah pada setiap langkah
kaki kanan maupun kiri berupa penghapusan dosa dan penambahan pahala.
Sebagaimana Rasulullah ` bersabda:
“Apabila
seorang dari kalian berwudhu’, lalu ia menyempurnakan wudhu’nya, kemudian ia
pergi ke masjid karena semata-mata hanya untuk melakukan shalat, maka tidaklah
ia melangkahkan kaki kirinya melainkan terhapus kejelekan darinya dan
dituliskan kebaikan bersama langkah kaki kanannya hingga masuk masjid.”
(HR.
Ath Thabarani dalam al Mu’jam al Kabir dari shahabat Ibnu Umar, dan dishahihkan
asy Syaikh al Albani dalam Shahih al Jami’ no. 454)
2. Menyentuh
Mushaf Al Qur’an
Al
Qur’an adalah kalamullah (firman Allah l)
yang diturunkan kepada nabi Muhammad ` sebagai kitab suci umat
Islam.Dalam rangka memuliakan Al Qur’an sebagai kalamullah (firman Allah), maka
disunnahkan berwudhu’ sebelum memegang kitab suci al Qur’an ini.al Imam ath
Thabarani dan al Imam ad Daraquthni meriwayatkan hadits Rasulullah ` dari shahabat Hakim bin Hizam a: “Janganlah kamu menyentuh al Qur’an kecuali dalam
keadaan suci”.
Bagaimana
jika hanya membacanya saja tanpa menyentuhnya, apakah hal ini juga disunnahkan
(dianjurkan) oleh Rasulullah `?Ya, hal itu disunnahkan
oleh Rasululah `. Sebagaimana sabdanya:
“Sesungguhnya
aku tidak menyukai berdzikir kepada Allah kecuali dalam keadaan suci.”
(HR.
Abu Dawud dan an Nasa’i dari sahabat Ibnu Umar dan dishahihkan asy Syaikh al
Albani).
Tentunya,
membaca al-Qur’an adalah semulia-mulia dzikir kepada Allah l.
3. Berwudhu’
ketika hendak tidur
Termasuk
sunnah Rasulullah ` adalah berwudhu’ sebelum
tidur. Hal ini bertujuan agar setiap muslim dalam kondisi suci pada setiap
kedaannya, walaupun ia dalam keadaan tidur. Hingga bila memang ajal datang
menjemputnya, maka diapun kembali kehadapan Rabb-nya dalam keadaan suci.
Dan
sunnah ini pun akan mengarahkan pada mimpi yang baik dan terjauhkan diri dari
permainan setan yang selalu mengincarnya. (Lihat Fathul Bari 11/125 dan Syarah
Shahih Muslim17/27)
Tentang
sunnah ini, Rasulullah ` telah menjelaskan dalam
sabda beliau yang diriwayatkan dari sahabat Al Barra’ bin ‘Azib a, bahwasanya beliau `
bersabda:
“ Apabila
kamu mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhu’lah sebagaimana wudhu’mu untuk
shalat.” (HR. al Bukhari no. 6311 dan Muslim no. 2710)
Lebih
jelas lagi, dari riwayat shahabat Mu’adz bin Jabal a,
bahwasanya Rasulullah ` bersabda:
“Tidaklah
seorang muslim tidur di malam hari dalam keadaan telah berdzikir dan bersuci,
kemudian ketika dia terbangun dari tidurnya meminta kepada Allah kebaikan dunia
dan akhirat, melainkan pasti Allah akan mengabulkannya.” (Fathul Barijuz
11/124)
Demikianlah
sunnah yang selalu dijaga oleh Rasulullah `
ketika hendak tidur, yang semestinya kita sebagai muslim meneladaninya. Bahkan
ketika beliau terbangun dari tidurnya untuk buang hajat, maka setelah itu
beliau berwudhu’ sebelum kembali ke tempat tidurnya. Sebagaimana yang
diceritakan Abdullah bin Abbas a:
“Bahwasanya
pada suatu malam Rasulullah pernah terbangun dari tidurnya untuk menunaikan
hajat.Kemudian beliau membasuh wajah dan tangannya (berwudhu’) lalu kembali
tidur.”
(HR.
Al Bukhari no. 6316 dan Abu Dawud no. 5043 dan dishahihkan asy Syaikh al Albani
dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 4217)
4. Berwudhu’ ketika hendak berhubungan dengan
istri.
Rasulullah
` juga memberikan bimbingan bagi para suami agar ia
berdo’a sebelum melakukannya, dengan doa’ yang telah diajarkan oleh Rasulullah `:
“Dengan
menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkan
setan dari apa yang Engkau rizkikan kepada kami.” (HR. al Bukhari no. 141)
Kemudian
ketika telah usai dan ingin mengulanginya lagi maka hendaknya berwudhu’
terlebih dahulu. Rasulullah ` bersabda:
“Apabila
seseorang telah berhubungan dengan istrinya, kemudian ingin mengulanginya lagi
maka hendaklah berwudhu’ terlebih dahulu.”
(HR. Muslim no. 308, at Tirmidzi, Ahmad
dari Abu Sa’id al Khudri a dan dishahihkan asy
Syaikh al Albani dalam ats Tsamarul Mustathob hal.5)
Dengan
tujuan agar setan tidak ikut campur dalam acara yang sakral ini, dan bila
dikaruniai anak, maka setan tidak mampu memudharatkannya (menzhalimi si kecil).
Para
pembaca, bila kita baca biografi para ‘ulama, maka kita dapati mereka amat
bersungguh-sungguh menjaga wudhu’nya dalam setiap keadaan. Sebagai contoh, al
Imam asy Syathibi. Walaupun beliau adalah seorang yang buta, akan tetapi
tidaklah beliau duduk disuatu majlis ilmu, kecuali beliau selalu dalam keadaan
suci.
Bahkan
diantara ‘ulama ada yang tidak mau membaca hadits-hadits Rasulullah ` hingga mereka berwudhu’ terlebih dahulu.Bukan karena
mereka berpendapat wajibnya berwudhu’ ketika hendak membaca hadits, akan tetapi
yang mendasari untuk melakukan hal tersebut adalah kesungguhan mereka untuk
menghormati ilmu dan mendapatkan keutamaan yang besar dari wudhu’.
Akhir
kata, wudhu’ bukanlah amalan yang remeh bahkan amalan yang besar disisi Allah l. Sehingga mendorong kita untuk selalu dalam kondisi
suci (berwudhu’) dan berupaya bagaimana berwudhu’ dengan sempurna sesuai dengan
tuntunan Rasulullah `.Maka ikutilah
edisi-edisi mendatang yang insya Allah akan menampilkan sebuah tema menarik
tentang taca cara wudhu’ yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah `.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar