3

Edisi 3
KANDUNGAN SYAHADAT:
“ASYHADUANNA MUHAMMADARRASULULLAH”

Para pembaca yang semoga dimuliakan Allah l, sebenarnya ikrar dua kalimat syahadat yang sering kita ucapkan itu tidak cukup sekedar di lisan saja.
       Namun di dalamnya terdapat beberapa konsekuensi yang harus dipenuhi. Bila seseorang tidak sanggup memenuhi kosekuensi-konsekuensi apa yang telah diikrarkan maka ibarat sebuah pengakuan tanpa bukti, karena ia telah mengikrarkan sesuatu yang pada kenyataannya justru amalannya menyelisihi apa yang ia ikrarkan.
       Bukankah Allah l telah memberikan peringatan kepada kita kaum mukminin yang tidak mau beramal dengan perkara yang telah kita ucapkan dan kita ikrarkan? Allah l berfirman (artinya):
       "Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengucapkan apa-apa yang tidak kalian lakukan?Sungguh besar kemurkaan Allah jika kalian mengucapkan perkara-perkara yang kalian sendiri tidak mau mengamalkannya." (Ash Shaff: 2-3)
       Kita semua telah tahu bahwa dua kalimat syahadat merupakan kalimat yang mulia yang dengannya akan terbedakan antara muslim dan kafir. Ketika seseorang telah menyatakan Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah maka di antara konsekuensi yang harus dia lakukan adalah dia harus mengikhlaskan dan mempersembahkan seluruh peribadatannya hanya kepada Allah l.
       Berdo'a, istighotsah, tawakkal, meminta rizki, takut, menyembelih hewan kurban, dan seluruh jenis ibadah lainnya harus dipersembahkan kepada Allah l semata.
       Demikian juga dengan syahadat Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah, di dalamnya terkandung beberapa konsekuensi yang harus kita perhatikan dan kita amalkan.Dan Insya Allah pada buletin edisi kali ini, bahasan kita lebih terfokus pada kalimat yang kedua dari dua kalimat syahadat tersebut.Karena hal ini juga merupakan perkara yang sangat penting untuk kita ketahui dan kita amalkan.

Dua Pokok Penting
       Ketahuilah, wahai saudaraku seislam dan seiman, kalimat syahadat Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah (atau dengan redaksi yang lebih lengkap: Asyhadu Anna Muhammadan 'Abduhu Wa Rasuluhu) itu terkandung padanya dua pokok penting yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Dua pokok penting itulah yang Allah l ingatkan dalam ayat-Nya (artinya):
       "Katakanlah (wahai Muhammad `): Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kalian, yang diberikan wahyu kepadaku bahwa sesungguhnya sesembahan kalian itu adalah sesembahan Yang Esa." (Al Kahfi: 110)
       Demikian pula nabi Muhammad ` juga mengingatkan dalam haditsnya.Dari shahabat 'Ubadah bin Ash Shamit a, bahwa nabi ` bersabda:
"Barangsiapa yang bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya …." (Muttafaqun 'Alaihi)
       Dari ayat dan hadits tersebut, kita bisa mengetahui bahwa dua pokok penting tersebut adalah:
       Pertama; bahwa beliau ` adalah manusia biasa seperti kita. Beliau mengalami apa yang selayaknya dialami oleh manusia. Beliau mengalami sakit, luka, haus, lapar dan selainnya dari sifat-sifat manusia.Beliau pun tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan. Beliau mengajarkan kepada para shahabatnya untuk memohon hanya kepada Allah l dari apa yang mereka butuhkan. Dari Ummu Salamah d, bahwa nabi ` berdo'a setelah shalat shubuh dengan do'a:
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amalan yang diterima." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
       Demikian pula ketika datang musim kemarau yang berkepanjangan, nabi ` pun berdo'a kepada Allah l supaya diturunkan hujan dan juga pernah shalat istisqa' bersama para shahabatnya.
       Ini semua adalah pengajaran nabi ` kepada umatnya bahwa yang berhak dimintai pertolongan itu hanyalah Allah l semata.nabi` itu adalah seorang hamba yang menghamba kepada Allah l.
       Lalu pantaskah kita meminta rizki, berdo'a, meminta untuk dihilangkan kesulitan kita kepada nabi `? Padahal Allah l telah menegaskan dalam firman-Nya:
       Katakanlah (wahai Muhammad `): aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku." (Al An'am: 50)
       Kedua; bahwa beliau adalah rasulullah (utusan Allah l). Allah l telah memilih Muhammad bin 'Abdillah sebagai utusan-Nya. Allah l berhak memilih siapa di antara hamba-Nya yang terpilih untuk menyampaikan risalah dan syari'at-Nya l kepada umat manusia.
       Allah l berfirman (artinya): "Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan." (Al An'am: 124)
       Dalam kedudukan beliau ` sebagai seorang rasul maka kedudukannya itu tidak boleh disamakan dengan hamba Allah ` yang lain.
       Perintah beliau harus ditaati, nasehat dan petuah beliau harus didengarkan dan diamalkan, sabda-sabda dan kabar yang beliau sampaikan haruslah diterima dan tidak boleh didustakan, karena setiap ucapan yang keluar dari lisan beliau ` merupakan wahyu sebagaimana firman Allah l (artinya):
       "Dan tidaklah yang diucapkannya (Nabi Muhammad `) itu menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan." (An Najm: 3-4)
       Dua pokok inilah yang seyogyanya dipahami oleh setiap muslim sehingga dia tidak terjatuh ke dalam perbuatan Ifrath (mengkultuskan beliau`sehingga memposisikan beliau melebihi posisi dan kedudukannya sebagai hamba Allahl), dan tidak pula terjatuh ke dalam perbuatan Tafrith (meremehkan dan merendahkan kedudukan beliau` sebagai seorang rasul sehingga dia cenderung untuk menolak atau meragukan tentang kebenaran risalah beliau).
       Perbuatan seperti inilah yang pernah diperingatkan rasulullah ` dalam sebuah sabdanya:
"Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam memuji (Isaq) bin Maryam, sesungguhnya aku adalah seorang hamba-Nya, maka katakanlah: (Muhammad adalah) hamba Allah dan Rasul-Nya." (HR. Al Bukhari, Muslim)  

Konsekuensi yang harus diperhatikan
       Di antara konsekuensi dari pernyataan Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah adalah sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama, yaitu:
1. Menaati Seluruh Perintahnya
       Sudahkah kita berupaya untuk mendengar dan menaati seluruh nasehat dan perintah  nabi` ?
       Bukankah Allah l mengutus rasul-Nya sebagai qudwah (teladan) bagi umatnya?
       Meneladani prilaku dan akhlaknya, mengikuti petunjuknya, mematuhi perintahnya, dan menelusuri jejak dan sunnahnya. Allah l  berfirman (artinya):
       "Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul melainkan agar ditaati dengan izin Allah." (An Nisa': 64)
       "Dan apa yang diberikan (diperintahkan) rasul kepadamu, maka ambillah (laksanakanlah) …" (Al Hasyr: 7)
       Demikian pula sabda nabi ` :
"Dan apabila aku memerintahkan suatu perkara kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian."(Muttafaqun 'Alaihi)
       Inilah bukti kasih sayang beliau ` kepada umatnya.Tidaklah beliau memerintahkan sesuatu kepada mereka melainkan perintah itu dibatasi dengan kemampuan yang mereka miliki.
       Tetapi, tahukah anda bahwa siapa saja dari umat beliau yang berupaya untuk mengikuti dan menaati nabinya dengan ikhlas (karena Allah), maka sungguh dia akan mendapatkan sekian banyak keutamaan yang dijanjikan oleh Allah l dan rasul-Nya `?
       Tidakkah anda ingin untuk mendapatkan kecintaan dari Allah l?
       Kecintaan dari Allah l itu hanya akan didapatkan oleh orang-orang yang mau mengikuti dan menaati rasulullah ` sebagaimana firman-Nya (artinya):                         "Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah pasti akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian." (Ali 'Imran : 31)
Rasulullah ` bersabda:
       "Setiap umatku akan masuk Surga (Al Jannah) kecuali orang yang enggan." Para shahabat bertanya;
       "Siapa orang yang enggan itu wahai rasulullah? Beliau ` bersabda;
       "Barangsiapa yang menaatiku, dia akan masuk surga (Al Jannah), dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh dia telah enggan." (HR. Al Bukhari)

2. Membenarkan seluruh berita yang disampaikan Beliau l.
       Sudahkah kita membenarkan seluruh berita yang disampaikan rasulullah ` ? Pernahkah terbetik di benak kita perasaan ragu akan berita yang disampaikan beliau `?
       Pembaca yang semoga Allah lmemuliakan kita, jangan ada sedikitpun perasaan ragu apalagi sampai mengingkari berita-berita yang dibawa oleh nabi `.
       Karena tidaklah beliau bersabda melainkan itu merupakan sebuah wahyu yang Allah lwahyukan kepada beliau `. Allah l berfirman (artinya):
       "Dan tidaklah yang diucapkannya (nabi Muhammad `) itu menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan." (An Najm: 3-4)
       Beliau ` adalah Ash Shadiqul Mashduq (yang jujur dan bisa dipercaya), setiap kabar dan berita yang disampaikan oleh rasulullah `, baik kabar tentang kejadian umat terdahulu maupun kejadian yang dialami rasulullah ` sendiri seperti peristiwa Isra' dan Mi'raj, dan juga kejadian yang akan datang seperti akan datangnya hari kiamat, akan adanya hari pembalasan, serta yang lainnya, maka wajib bagi kaum mukminin untuk membenarkan dan mengimaninya.
       Pantaskah bagi seorang muslim untuk meragukan dan apalagi mendustakan berita dari nabi `. Padahal beliau pernah bersabda:
"Tidakkah kalian mempercayaiku padahal aku adalah kepercayaan Dzat yang ada di langit (Allah)?Senantiasa datang kepadaku kabar dari langit pagi dan petang." (Muttafaqun 'Alaihi)

3. Menjauhi Semua Larangannya
       Sudahkah kita meninggalkan dan menjauhi setiap perkara yang dilarang oleh rasulullah `?
       Berapa banyak peringatan dan larangan dari beliau ` yang kita langgar dan kita selisihi?
       Pertanyaan ini hendaknya menjadi renungan bagi kita semua karena sungguh Allah l telah menegaskan dalam Al Qur'an (artinya):
"… dan apa yang dilarangnya (rasulullah), maka tinggalkanlah." (Al Hasyr: 7)
       Demikian pula sabda beliau `:
".... maka apabila aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah …"
(Muttafaqun 'Alaihi)
       Para pembaca yang semoga Allah l memberikan hidayah kepada kita.
       Masih adakah di antara kita yang menyelisihi apa-apa yang dilarang oleh nabi  Muhammad` ?
       Apabila ada maka hendaknya segera bertaubat dan beristighfar sebelum ajal menjemputnya.Rahmat Allah l itu luas, pintu taubat masih terbuka lebar-lebar.
       Allah l itu benar-benar mencintai hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat kepada-Nya.
Karena ada ancaman bagi orang yang menyelisihi dan melanggar sabda rasul-Nya `, Allah lakan menurunkan adzab kepadanya. Sebagaimana firman-Nya (artinya):"Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintahnya (rasulullah `) takut akan ditimpa fitnah (bencana) dan adzab yang pedih." (An Nur: 63)
4. Beribadah kepada Allah l sesuai dengan tuntunan Beliau `.
Sudahkah ibadah yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan beliau `?
Sudahkah amal ibadah yang kita lakukan sesuai dengan bimbingan beliau `?
       Tentunya kita khawatir akan terjerumus ke dalam apa yang pernah diingatkan rasulullah ` dalam sabdanya:
"Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak pernah kami tuntunkan, maka amalan tersebut tertolak."(HR. Muslim)
       Wahai saudaraku yang mulia, seyogyanya bagi kita semua selalu berupaya untuk menyesuaikan segala amal ibadah kita dengan tuntunan rasulullah `. Karena diantara tujuan utama diutusnya beliau ke muka bumi ini adalah dalam rangka mengajari umat manusia bagaimana cara ibadah yang benar kepada Allah l.
       Itulah hikmah kenapa syahadat Muhammadar rasulullah diletakkan syahadat laa Ilaaha Illallah.
       Semoga kita dimudahkan oleh Allah l untuk mencontoh rasulullah ` dalam setiap amal ibadah yang kita lakukan.
       Amien, ya Rabbal 'alamin.

=======================================================       ==      
PENGARUH TEMAN YANG BURUK

Para pembaca t, sudah merupakan sunnatullah (ketentuan Allah l) bahwa manusia diciptakan dalam keadaan ia butuh kepada yang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa ada yang menyertainya dalam kehidupannya.
       Islam dengan kesempurnaannya telah mengatur tata cara dan adab-adab dalam berteman, karena seorang teman sangat berpengaruh terhadap temannya. Dengan bahasa lain, baik buruknya seseorang sangat tergantung pada teman dekatnya.
       Oleh karena itu, Islam memerintahkan kaum muslimin agar memilih teman yang baik. Dengan berteman dengan orang yang baik, sedikit banyak ia akan terpengaruh dengan kebaikan temannya. Sebaliknya, Islam melarang untuk berteman dengan orang yang jelek.
       Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:
       "Permisalan teman yang baik dan teman yang jelek seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya, dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi.
       Sementara berteman dengan pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu, dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tidak sedap." (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
       Rasulullah ` menerangkan bahwa teman dapat memberikan pengaruh positif atau negatif, sesuai dengan kebaikan atau kejelekannya.
       Beliau ` menyerupakan teman bergaul yang baik dengan penjual minyak wangi, engkau akan mendapati salah satu dari tiga perkara sebagaimana tersebut dalam hadits. Paling minimnya, engkau dapati darinya aroma harum yang akan memberi pengaruh pada jiwamu, tubuh dan pakaianmu.
       Sementara kawan yang jelek diserupakan dengan duduk di dekat pandai besi. Bisa jadi beterbangan percikan apinya hingga membakar pakaianmu, atau paling tidak engkau mencium bau tak sedap darinya yang akan mengenai tubuh dan pakaianmu.
       Dengan demikian jelaslah, teman pasti akan memberi pengaruh kepada seseorang. Dengarkanlah berita Al-Qur`an yang mulia tentang penyesalan orang zhalim pada hari kiamat nanti karena dulunya ketika di dunia berteman dengan orang yang sesat dan menyimpang, hingga ia terpengaruh ikut sesat dan menyimpang. Allah l berfirman (artinya):
       Dan (ingatlah) hari ketika itu orang yang zhalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, "Aduhai, kiranya dulu aku mengambil jalan bersama rasul?
       Kecelakaan besarlah bagiku, andai kiranya dulu aku tidak menjadikan si Fulan itu teman akrabku. Sungguh ia telah menyesatkanku dari Al-Qur`an ketika Al-Qur`an itu datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia."(Al-Furqan: 27-29)
       Adi bin Zaid, seorang penyair Arab, berkata:          Tidak perlu engkau bertanya tentang (siapa) seseorang itu, namun tanyalah siapa temannya.Karena setiap teman (cenderung) meniru temannya.
       Bila engkau berada pada suatu kaum, maka bertemanlah dengan orang-orang yang terbaik dari mereka.Dan janganlah engkau berteman dengan orang yang rendah/hina, niscaya engkau akan hina bersama orang yang hina.
       Oleh karenanya, perhatikan dan timbang-timbanglah dengan siapa engkau berkawan.

Dampak Teman yang Buruk
       Ingatlah, berteman dengan orang yang tidak baik agama, akhlak, sifat, dan perilakunya, akan memberikan banyak dampak yang jelek. Diantara yang dapat disebutkan di sini:
       1.   Memberikan keraguan pada keyakinan kita yang sudah benar, bahkan dapat memalingkan kita dari kebenaran. Sebagaimana firman Allah l (artinya):
       Lalu sebagian mereka (penghuni surga) menghadap sebagian yang lain sambil bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara mereka :
       "Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) memiliki seorang teman.Temanku itu pernah berkata, "Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang yang membenarkan hari berbangkit?Apakah bila kita telah meninggal dan kita telah menjadi tanah dan tulang-belulang, kita benar-benar akan dibangkitkan untuk diberi pembalasan?"
       Berkata pulalah ia, "Maukah kalian meninjau temanku itu?
       "Maka ia meninjaunya, ternyata ia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala.
       Ia pun berucap, "Demi Allah! Sungguh kamu benar-benar hampir mencelakakanku.Jikalau tidak karena nikmat Rabbku (Allah), pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret ke neraka." (Ash-Shaffat: 50-57)
       Dengarkanlah kisah Abu Thalib yang wafat di atas kekafiran, karena pengaruh teman yang buruk! Tersebut dalam hadits Al-Musayyab bin Hazn a, ia berkata;
       "Tatkala Abu Thalib menjelang wafatnya, datanglah rasulullah `. Beliau dapati di sisi pamannya ada Abu Jahl bin Hisyam dan Abdullah bin Abu Umayyah bin Al Mughirah. Berkatalah rasulullah `;
       "Wahai pamanku, ucapkanlah Laa ilaaha illallaah, kalimat yang dengannya aku akan membelamu di sisi Allah." Namun kata dua teman Abu Thalib kepadanya;
       "Apakah engkau benci terhadap agama Abdul Muththalib?"
       Rasulullah ` terus menerus meminta pamannya mengucapkan kalimat tauhid.Namun dua teman Abu Thalib terus pula mengulangi ucapan mereka, hingga pada akhirnya Abu Thalib memilih agama nenek moyangnya dan enggan mengucapkan Laa ilaaha illallaah." (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
       2.  Teman yang jelek akan mengajak orang yang berteman dengannya untuk melakukan perbuatan yang haram dan mungkar seperti dirinya.
       3.  Tabiat manusia, mudah terpengaruh dengan kebiasaan, akhlak, dan perilaku teman dekatnya. Seseorang akan berperilaku seperti perilaku temannya.
       Maka hendaknya setiap kita merenungkan dan memikirkan dengan siapa kita bersahabat. Orang yang agama dan akhlaknya baik, maka kita jadikan ia sebagai teman, dan sebaliknya orang yang jelek agama dan akhlaknya, kita jauhi. Karena tabiat akan saling meniru, dan persahabatan itu akan berpengaruh, baik ataupun buruk. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, Kitab Az-Zuhd, bab ke-45)
Karenanya, rasulullah ` bersabda:
"Seseorang itu berada diatas agama teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dengan siapa ia bersahabat."(H.R. Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Shahih, lihat Ash-Shahihah no. 927)
       4.  Melihat teman yang buruk akan mengingatkan kepada maksiat, sehingga terlintas kemaksiatan dalam benak seseorang. Padahal sebelumnya ia tidak terpikir tentang maksiat tersebut.
       5.  Teman yang buruk akan menghubungkanmu dengan orang-orang yang jelek, yang akan memudharatkanmu.
       6.  Teman yang buruk akan menggampangkan maksiat yang engkau lakukan, sehingga maksiat itu menjadi remeh/ringan dalam hatimu, dan engkau akan menganggap tidak apa-apa mengurang-ngurangi dalam ketaatan.
       7.  Berteman dengan orang yang jelek, dapat menyebabkanmu terhalang untuk berteman dengan orang-orang yang baik/shalih, sehingga terluputkan kebaikan darimu sesuai dengan jauhnya engkau dari mereka.
       8.  Duduk bersama teman yang jelek tidaklah lepas dari perbuatan haram dan maksiat, seperti ghibah, namimah, dusta, melaknat, dan semisalnya. Bagaimana tidak, sementara majelis orang-orang yang jelek umumnya jauh dari dzikrullah, yang mana hal ini akan menjadi penyesalan dan kerugian bagi pelakunya pada hari kiamat nanti. Sebagaimana sabda rasulullah `:
"Tidak ada suatu kaum yang bangkit dari sebuah majelis yang mereka tidak berdzikir kepada Allah l dalam majelis tersebut, melainkan mereka akan bangkit seperti bangkai keledai dan majelis tersebut akan menjadi penyesalan bagi mereka."(H.R. Abu Dawud. Shahih, lihat Ash-Shahihah no. 77)


Penutup
       Demikian beberapa pengaruh teman yang buruk, yang harus kita waspadai.
       Semoga ini menjadi peringatan bagi kita dan semoga Allah l memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk bisa berteman dengan orang-orang yang baik agamanya, serta menjauhkan kita dari teman-teman yang jelek.
       Amin, Yaa Mujibas Sa`ilin...Wallahu a'lam bishshawab.
(Disalin dengan sedikit perubahan dan tambahan dari artikel dengan judul yang sama dalam majalah Asy Syariah Vol. IV/No. 43/1429 H/2008)
 

0 komentar:

Posting Komentar